Dahulu kala, di negeri yang jauh, ada sebuah kota pengrajin yang terampil. Di antara mereka ada seorang pembuat tembikar muda bernama Mia, yang sangat menyukai kesempurnaan. Dia bermimpi menciptakan pot paling sempurna yang pernah ada di dunia.
Mia bekerja keras setiap hari, mencoba membuat pot yang sempurna. Dia bertujuan untuk keteraturan yang sempurna dan menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyempurnakan keahliannya. Dia mengikuti teknik tradisional yang diwariskan nenek moyangnya, tetapi tembikarnya masih belum sempurna.
Suatu hari, seorang lelaki tua bijak mengunjungi toko Mia. Dia melihat ke potnya dan menuturkan ungkapan bijak:
Mereka yang mengincar keteraturan tanpa cela hanya akan menghasilkan biasa-biasa saja, dan tidak ada yang mendekati kesempurnaan kecuali dengan diam-diam, dan tidak diketahui oleh diri mereka sendiri.
– William Hazlitt
Mia bingung dengan kata-kata lelaki tua itu, tetapi dia tidak dapat menyangkal bahwa pengejarannya akan kesempurnaan tidak membuahkan hasil. Dia bertanya kepada lelaki tua itu apa maksudnya.
Pria tua itu menjawab, “Kesempurnaan tidak dapat dicapai dengan memaksanya. Anda tidak dapat membuat pot yang sempurna dengan mengincar keteraturan yang sempurna. Sebaliknya, Anda harus mendekatinya secara tidak langsung, melalui pintu belakang, bahkan tanpa menyadari bahwa Anda sedang melakukannya.”
Mia tertarik dengan kata-kata lelaki tua itu, dan dia memutuskan untuk mengikuti nasihatnya. Dia mulai bereksperimen dengan berbagai teknik, tidak mengkhawatirkan kesempurnaan. Dia mulai melepaskan obsesinya terhadap keteraturan dan mulai merangkul keindahan dalam ketidaksempurnaan.
Berbulan-bulan berlalu, dan Mia hampir melupakan pengejarannya akan kesempurnaan. Dia sedang mengerjakan sebuah pot ketika dia tiba-tiba menyadari bahwa itu sempurna. Garis-garisnya sempurna, bentuknya sangat indah, dan teksturnya sangat indah. Dia sangat gembira dan tidak percaya bahwa dia akhirnya mencapai mimpinya.
Orang tua itu kembali mengunjungi tokonya dan melihat periuk itu. Dia tersenyum dan berkata, “Kamu telah mencapai kesempurnaan, tetapi kamu melakukannya dengan sembunyi-sembunyi, dan tidak diketahui oleh dirimu sendiri. Kamu melepaskan obsesimu dengan keteraturan yang sempurna dan membiarkan dirimu terbuka terhadap ide dan teknik baru. Itulah cara kamu mencapai kesempurnaan. "
Mia menyadari bahwa lelaki tua itu benar. Dia telah mendekati kesempurnaan secara tidak langsung, bahkan tanpa menyadarinya. Sejak saat itu, dia terus bereksperimen dan berinovasi, selalu berusaha untuk meningkatkan keahliannya, namun tidak pernah melupakan pentingnya ketidaksempurnaan.
Perjalanan Mia mengajarkan kita, bahwa mengejar kesempurnaan bisa menjadi pedang bermata ganda. Meskipun dapat menginspirasi kita untuk menjadi hebat, hal itu juga dapat membutakan kita terhadap keindahan ketidaksempurnaan. Hanya ketika kita melepaskan obsesi kita terhadap keteraturan dan merangkul eksperimen dan inovasi, kita dapat mencapai kecemerlangan sejati. Nasihat bijak orang lain dapat membantu kita dalam perjalanan ini, dan kita tidak boleh takut untuk mencarinya. Pada akhirnya, melalui kesediaan kita untuk mendekati kesempurnaan secara tidak langsung dan tidak diketahui oleh diri kita sendiri, kita dapat mencapai kebesaran.