Mamalia laut, seperti paus, lumba-lumba, dan anjing laut, melakukan migrasi musiman yang dapat menempuh jarak ribuan mil. Rute dan jarak spesifik bervariasi tergantung pada spesies dan populasi, tetapi umumnya migrasi ini didorong oleh kebutuhan untuk mencari makan, kawin, dan melahirkan di daerah dengan kondisi yang menguntungkan.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada kekhawatiran yang berkembang atas meningkatnya jumlah mamalia laut yang ditemukan terdampar di pantai di seluruh dunia. Peristiwa ini tidak hanya tragis tetapi juga menimbulkan ancaman yang signifikan bagi kelangsungan hidup berbagai spesies paus, lumba-lumba, dan anjing laut. Dan sialnya, kembali terjadi insiden mamalia laut terdampar, kali ini di Bali.
Pada Sabtu, 1 April, seekor paus mati ditemukan warga di Pantai Batu Lumbang, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan. Paus tersebut diduga adalah Paus Bryde, spesies paus yang tergolong terancam punah. Penyebab kematiannya tidak diketahui, namun paus tersebut sudah dalam keadaan membusuk saat ditemukan, menandakan bahwa ia telah mati beberapa lama sebelum terdampar di pantai.
Hanya berselang beberapa hari, pada Rabu, 5 April, kembali dilaporkan terjadi peristiwa terdampar di Bali. Perairan Bali merupakan jalur migrasi tahunan mamalia laut besar, termasuk paus sperma. Tak heran jika peristiwa terdampar belakangan ini melibatkan seekor paus sperma hidup yang ditemukan terdampar di Pantai Yeh Malet, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Meski awalnya, paus tersebut dapat dihalau kembali ke laut dengan bantuan air pasang, sayangnya ia terdampar lagi beberapa jam kemudian. Kali ini, paus tersebut tidak dapat bertahan hidup dan ditemukan mati di pantai lain, perbatasan Kabupaten Klungkung-Karangasem.
Penyebab peristiwa terdampar ini tidak sepenuhnya jelas, dan para ilmuwan percaya bahwa hal itu bisa disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor. Salah satu penyebab utama kejadian terdampar diyakini adalah aktivitas manusia, seperti polusi dan polusi suara, yang dapat menyebabkan stres dan disorientasi pada hewan tersebut. Faktor lainnya adalah terganggunya arus laut dan pasang surut yang disebabkan oleh bencana alam seperti angin topan dan gempa bumi.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan paus terdampar di pantai, antara lain:
Penyakit atau cedera: Paus yang sakit atau terluka dapat menjadi bingung dan akhirnya terdampar di pantai. Mereka mungkin juga tidak dapat berenang atau bertahan, yang dapat menyebabkan mereka hanyut ke pantai.
Kesalahan navigasi: Paus menggunakan ekolokasi untuk bernavigasi dan berkomunikasi, tetapi polusi suara buatan manusia di lautan dapat mengganggu kemampuannya untuk melakukannya. Hal ini dapat menyebabkan mereka menjadi bingung dan tersesat, sehingga mereka terdampar di pantai.
Bencana alam: Peristiwa cuaca ekstrem seperti angin topan, tsunami, dan gempa bumi dapat menyebabkan gangguan arus dan pasang surut laut, yang dapat menyebabkan paus terdampar di pantai.
Aktivitas manusia: Aktivitas manusia seperti sonar angkatan laut, eksplorasi minyak dan gas, penangkapan ikan, dan lalu lintas kapal dapat menyebabkan stres dan disorientasi pada paus, yang menyebabkan terdampar.
Parasit: Parasit seperti cacing paru dan cacing hati dapat menginfeksi dan melemahkan paus, membuatnya lebih rentan terdampar.
Dinamika pod: Paus adalah hewan sosial dan dapat mengikuti anggota pod yang sakit atau terluka ke pantai. Selain itu, jika paus dominan mengalami disorientasi, anggota kelompok lainnya dapat mengikuti, mengakibatkan peristiwa terdampar secara massal.
Penting untuk dicatat bahwa peristiwa terdampar dapat menjadi kompleks dan dapat disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor. Ilmuwan terus mempelajari dan memantau peristiwa ini untuk lebih memahami dan mencegahnya.
Namun, arus laut juga dapat memainkan peran penting dalam pola migrasi mamalia laut. Arus hangat, seperti Arus Teluk di Samudra Atlantik, atau Arus Kuroshio di Samudra Pasifik, dapat membawa air yang kaya nutrisi dan sumber makanan ke area tertentu, menarik sejumlah besar mamalia laut untuk mencari makan dan berkembang biak. Demikian pula, daerah upwelling dapat menjadi tempat makan dan berkembang biak yang penting bagi banyak spesies paus, lumba-lumba, dan anjing laut. Upwelling terjadi ketika angin mendorong air permukaan yang hangat menjauh dari pantai, menyebabkan air yang lebih dingin dan kaya nutrisi naik dari kedalaman yang lebih dalam. Ini dapat menciptakan area dengan produktivitas tinggi dan menarik banyak ikan, cumi-cumi, dan mangsa lainnya, yang pada gilirannya menarik mamalia laut.
Rute dan jarak migrasi spesifik mamalia laut dapat sangat bervariasi tergantung pada kebutuhannya dan kondisi ekosistem laut. Sayangnya, peristiwa ini mengingatkan kita bahwa makhluk agung ini pun tidak kebal terhadap pengaruh aktivitas manusia dan bencana alam. Sangat penting bagi kita untuk terus mempelajari dan memantau peristiwa ini untuk lebih memahami dan mencegahnya, untuk memastikan kelangsungan hidup hewan yang luar biasa ini untuk generasi yang akan datang.