Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) memang telah menjadi pondasi moral dan hukum internasional yang penting dalam era modern. Namun, asal-usul dan landasan filosofis konsep HAM sendiri telah menjadi perdebatan di kalangan para pemikir dan ahli. Sebagian berpendapat bahwa HAM harus memiliki landasan ketuhanan, misalnya bersumber dari ajaran agama-agama besar. Sedangkan pemikir lain berpendapat bahwa HAM dapat tetap relevan dan memperoleh legitimasi tanpa tergantung pada landasan teologis tertentu.
Konsep HAM Dalam Landasan Teologis
Argumen yang mendukung perlunya landasan teologis bagi konsep HAM adalah bahwa nilai-nilai universal seperti keadilan, persamaan, dan martabat manusia akan lebih kuat jika bersumber dari keyakinan dan ajaran agama yang diyakini kebanyakan masyarakat. Hal ini dapat memfasilitasi penerimaan dan kepatuhan terhadap norma-norma HAM secara lebih luas.
Meskipun terdapat perbedaan dalam penekanan dan penafsiran, HAM dapat dipahami dan dimaknai dalam beberapa sudut pandang agama dan kepercayaan, antara lain:
Perspektif Agama Samawi (Islam, Kristen dan Yahudi)
- Manusia diciptakan oleh Tuhan dan memiliki martabat (suci) dan terhormat
- Ajaran-ajaran moral (ahlaq) seperti keadilan, kesetaraan, kasih sayang dari kitab-kitab menjadi landasan untuk penegakan HAM
- Terdapat konsep-konsep teologis seperti “khalifah” (pemimpin/wakil Tuhan) di Bumi yang menekankan tanggung jawab manusia untuk melindungi hak-hak sesama.
Perspektif Hindu dan Budha
- Manusia memiliki hak asasi yang bersumber dari konsep “Dharma” (kewajiban moral) dan “Ahimsa” (bukan kekerasan)
- Penekanan pada pencapaian keseimbangan, harmoni dan pembebasan diri dari penderitaan
- Penghormatan pada hak-hak individu dan masyarakat.
Perspektif Konfusianisme
- Penekanan pada nilai-nilai kemanusiaan, kebijaksanaan dan harmoni sosial.
- Konsep “Ren” (cinta kasih) dan “Li” (tata krama) menjadi landasan untuk menegakan hak-hak dan martabat manusia
- Negara berkewajiban untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan dasar warga negaranya.
Jadi secara umum landasan teologis (Agama Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, Budha dan Konfusianisme) mengakui HAM sebagai suatu keniscayaan yang bersumber dari martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan, sehingga upaya penegakan HAM dianggap sebagai bagian dari kewajiban ajaran (moral/ahlaq) dan ketaatan kepada kehendak Tuhan.
Konsep HAM Dalam Perspektif Humanisme
Di sisi lain, mereka yang menolak landasan teologis bagi HAM berpendapat bahwa konsep tersebut dapat didasarkan pada pemikiran filsafat, hukum, dan moralitas universal yang tidak bergantung pada agama tertentu. Pendekatan ini memungkinkan HAM untuk diterima secara lintas-budaya dan lintas-agama. Selain itu, landasan non-teologis dianggap lebih mampu mengakomodasi keberagaman dan pluralisme dalam masyarakat modern. Walau memang beberapa ahli mengakui bahwa humanisme tidak serta merta dapat menggantikan ajaran ahlak, budi pekerti dari ajaran agama yang juga sebagai produk dari budaya turun temurun.
Secara pribadi, saya berpendapat bahwa konsep HAM dapat tetap relevan dan efektif tanpa harus bergantung pada landasan teologis yang kuat. Namun, saya juga mengakui bahwa dukungan teologis dapat membantu memperkuat penerimaan dan kepatuhan terhadap norma-norma HAM di masyarakat yang religius. Pada akhirnya, yang terpenting adalah bagaimana nilai-nilai universal HAM dapat diterjemahkan dan diimplementasikan secara konkret dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Negara Yang Berhasil Menerapkan HAM
Dengan Landasan Teologis
Terdapat beberapa contoh negara yang berhasil menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) meskipun memiliki landasan teologis yang kuat dalam masyarakatnya. Berikut adalah beberapa contoh:
🇹🇳 Tunisia
Tunisia merupakan negara Muslim di Afrika Utara yang telah mengalami transisi demokratis pasca Revolusi Jasmin pada tahun 2011. Negara ini telah mengadopsi konstitusi baru yang menjamin HAM secara komprehensif, termasuk hak perempuan, kebebasan berekspresi, dan hak minoritas.🇲🇦 Maroko
Meskipun Islam adalah agama resmi di Maroko, negara ini telah menunjukkan kemajuan dalam penegakan HAM. Reformasi konstitusional dan upaya pemerintah telah meningkatkan perlindungan hak-hak sipil dan politik warga negaranya.🇰🇿 Kazakhstan
Kazakhstan, salah satu negara Muslim di Asia Tengah, juga telah membuat kemajuan dalam menjamin HAM warganya. Konstitusi Kazakhstan menegaskan komitmen negara terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan HAM universal.🇲🇾 Malaysia
Malaysia merupakan negara dengan populasi mayoritas Muslim, namun negara ini relatif berhasil dalam menjamin hak-hak asasi warganya. Konstitusi Malaysia menjamin kebebasan beragama, hak politik, dan hak sosial-ekonomi warga negaranya tanpa diskriminasi.
Tanpa Landasan Teologis
Berikut contoh negara-negara yang berhasil menerapkan konsep Hak Asasi Manusia (HAM) tanpa bergantung pada landasan teologis yang kuat, diantaranya:
🇫🇷 Perancis
Perancis adalah salah satu negara Eropa yang menjunjung tinggi HAM sebagai nilai universal, meskipun Perancis secara resmi adalah negara sekuler. Prinsip-prinsip HAM tercantum dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara tahun 1789, yang dilandasi oleh pemikiran filsafat Pencerahan dan prinsip-prinsip universalisme.🇯🇵 Jepang
Meskipun Jepang memiliki tradisi budaya dan agama yang kuat, negara ini berhasil mengadopsi dan mengimplementasikan konsep HAM tanpa terlalu bergantung pada landasan teologis. Konstitusi Jepang tahun 1946 secara eksplisit menjamin hak-hak asasi warga negaranya.🇨🇳 Tiongkok
Tiongkok yang mayoritas masyarakatnya menganut ajaran Konfusius dan Taoisme, juga telah mengadopsi norma-norma HAM dalam kerangka hukum nasionalnya. Meskipun masih ada kritik terkait praktik HAM di Tiongkok, namun negara ini telah berupaya untuk merumuskan konsep HAM yang sejalan dengan kondisi sosio-budaya negaranya.🇮🇳 India
India, sebagai negara dengan keberagaman agama dan keyakinan, telah berhasil membangun kerangka perlindungan HAM yang berbasis pada prinsip-prinsip konstitusional. India tidak bergantung pada landasan teologis tertentu, melainkan mengembangkan konsep HAM yang selaras dengan nilai-nilai demokrasi dan pluralisme.
Negara-negara yang mengalami pelanggaran HAM meskipun memiliki landasan teologis
Terdapat contoh-contoh negara yang mengalami pelanggaran HAM meskipun memiliki landasan teologis yang kuat dalam masyarakatnya. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan landasan teologis saja tidak cukup untuk menjamin perlindungan dan penegakan HAM secara efektif. Beberapa contoh negara yang mengalami hal ini antara lain:
🇸🇦 Saudi Arabia
Saudi Arabia yang merupakan negara Islam dengan penerapan syariat Islam yang ketat, masih sering dikritik terkait berbagai pelanggaran HAM, seperti kasus hukuman mati, diskriminasi gender, dan pembatasan kebebasan berekspresi.🇲🇲 Myanmar
Myanmar, yang mayoritas penduduknya menganut agama Buddha, juga telah mengalami berbagai kasus pelanggaran HAM yang parah, khususnya terhadap etnis Rohingya Muslim.🇮🇷 Iran
Iran, sebagai negara Islam yang menerapkan hukum syariah, juga masih dihadapkan pada tantangan penegakan HAM yang memadai, terutama terkait kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, dan hak perempuan.
Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa keberadaan landasan teologis atau agama tertentu dalam suatu negara tidak serta-merta menjamin terpenuhinya perlindungan HAM secara komprehensif. Faktor-faktor lain seperti sistem politik, pemerintahan, budaya hukum, dan komitmen pemegang kekuasaan juga sangat berperan penting.
Oleh karena itu, meskipun landasan teologis dapat membantu memperkuat legitimasi dan penerimaan norma-norma HAM di masyarakat, namun keberadaannya saja tidak cukup. Dibutuhkan upaya yang lebih komprehensif, termasuk pengembangan sistem hukum, kelembagaan, dan budaya yang sejalan dengan prinsip-prinsip HAM universal.
Di mana, pada akhirnya, hak asasi manusia universal dimulai? Di tempat-tempat kecil, dekat dengan rumah — begitu dekat dan begitu kecil sehingga tidak dapat dilihat di peta dunia mana pun. Namun, hak-hak tersebut adalah dunia individu; lingkungan tempat tinggalnya; sekolah atau perguruan tinggi tempat ia kuliah; pabrik, pertanian, atau kantor tempat ia bekerja. Di tempat-tempat seperti itulah setiap pria, wanita, dan anak-anak mencari keadilan yang setara, kesempatan yang setara, martabat yang setara tanpa diskriminasi. Kecuali jika hak-hak ini memiliki makna di sana, hak-hak tersebut tidak memiliki makna di mana pun.
– Kutipan ini diambil dari pidato Eleanor Roosevelt mengenai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang disampaikan pada tanggal 10 Desember 1948 di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.